Brebes, dinamikanews.net – Halaqoh Pesantren Ramah Anak adalah kegiatan pertemuan atau diskusi yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan pesantren yang aman, nyaman, dan mendukung hak-hak anak dari kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya. Kegiatan ini melibatkan berbagai pihak seperti pengurus pesantren, ustaz/ustazah, dan santri untuk menyosialisasikan konsep pesantren ramah anak, strategi pencegahan kekerasan, dan pendekatan pengasuhan yang penuh kasih sayang.
Tujuan :
Membangun komunitas pesantren yang bebas dari perundungan dan kekerasan.
Memenuhi hak-hak anak secara komprehensif di lingkungan pesantren.
Mengintegrasikan nilai-nilai kesantunan, kasih sayang, dan saling menghormati.
Menciptakan lingkungan pesantren yang aman, bersih, sehat, dan mendukung tumbuh kembang santri secara utuh.
Acara Halaqoh diselenggarakan pada hari Senin tanggal 27 Oktober 2025 di Aula Islamic Center diikuti oleh :
Para pengurus pondok pesantren sekabupaten Brebes, Ustadz, ustadzah, Santri dari berbagai pondok pesantren, Tenaga pendidik, Narasumber, perwakilan dari Kemenag Kabupaten Brebes serta Baznas Brebes.
Materi yang dibahas :
Konsep pesantren ramah anak
Strategi pencegahan kekerasan dan perundungan (bullying)
Pendekatan pengasuhan berbasis nilai kasih sayang dan perlindungan anak
Sosialisasi nilai kesantunan
Upaya menciptakan lingkungan yang inklusif dan anti-kekerasan.
Menanggapi fenomena yang sedang viral saat ini adanya pemberitaan di salah satu TV Swasta Trans 7 Abdul Munsyif selaku sekretaris GP Ansor Kabupaten Brebes mengatakan, “Persoalan seperti ini sebenarnya adalah masalah keterbukaan yang terlalu cepat.
Sehingga kelompok-kelompok mereka sebenarnya tidak memahami konteks budaya di dalam pesantren,” Ujarnya.
“Karena pesantren ini sebenarnya kan punya kaidah al-mukhaf atau al-qadimus soleh.
Kita mempertahankan asistensi budaya lokal, tetapi juga pesantren membuka dengan sebuah keilmuan-keilmuan yang ada.
Maka dengan adanya halaqah ini, mereka biar paham bahwa pesantren sebenarnya tidak menafikan apa yang mereka sorot,”Tambahnya.
Disampaikan pula bahwa, banyak orang dari pesantren ada yang juara robotik di Korea, India dan sebagainya.
Maka kami dengan beberapa kawan-kawan menguatkan, artinya muhasabah diri menerima sebuah kritikan untuk membangun kekuatan kearifan lokal dengan keilmuan-keilmuan yang seperti ini.
“Kami juga tidak menolak untuk dikritik cuma hanya bahasanya saja yang kurang pas,” pungkasnya. (D. Miranoor)

















