KARANGANYAR DinamikNews.net – Kebijakan zero Over Dimension Over Loading (ODOL) kembali menjadi sorotan publik. Namun, di balik wacana ideal regulasi jalan tersebut, terdengar jeritan sopir truk yang merasa dipinggirkan. Di wilayah Soloraya dan berbagai daerah lain di Indonesia, para sopir menyuarakan penolakan atas kebijakan yang dianggap belum menyentuh akar permasalahan.
Minimnya Komunikasi dalam Proses Kebijakan
Farco Siswiyanto Raharjo, S.Sos., M.Si, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Slamet Riyadi (UNISRI), menyebutkan bahwa kebijakan zero ODOL gagal membangun komunikasi dengan para pelaku di lapangan. “Kurangnya pelibatan sopir truk dalam merumuskan kebijakan membuat regulasi tidak aplikatif,” ujarnya dalam pernyataan pada Rabu (25/6/2025).
Menurut Farco, resistensi sopir tidak bisa dipandang sebagai bentuk pembangkangan, melainkan akibat dari perumusan kebijakan yang top-down. Ia mendorong pemerintah agar lebih inklusif dan terbuka terhadap dialog bersama komunitas sopir truk sebelum memutuskan kebijakan nasional.
Kesejahteraan Rendah, Beban Semakin Tinggi
Salah satu akar perlawanan para sopir terhadap kebijakan zero ODOL adalah kondisi kesejahteraan mereka yang masih jauh dari layak. Farco menilai, tuntutan terhadap para sopir tidak seimbang dengan perlindungan maupun fasilitas yang mereka terima.
“Para sopir menghadapi risiko besar di jalan, tapi justru disodori kebijakan yang kaku dan menyulitkan. Pemerintah perlu mengedepankan pendekatan pembinaan, bukan hanya penindakan,” tegas Farco.
Sopir Bukan Satu-Satunya Pihak yang Bertanggung Jawab
Permasalahan ODOL seringkali dibebankan kepada sopir truk, padahal, menurut Farco, aktor utama dalam pelanggaran ini justru para pemilik usaha angkutan barang.
“Sopir sering ditekan oleh pengusaha untuk mengangkut melebihi kapasitas demi keuntungan, tanpa peduli risiko yang mereka hadapi di jalan,” jelasnya.
Oleh karena itu, ia menekankan bahwa sanksi dan pengawasan harus menyasar para pemilik usaha logistik, bukan hanya pengemudi sebagai pelaksana lapangan.
Dorongan Regulasi yang Tepat Sasaran
Farco menyarankan agar kementerian terkait segera merancang regulasi yang tegas kepada pengusaha angkutan barang, sebagai upaya konkret untuk mengurai persoalan ODOL. Kebijakan ini, menurutnya, harus dibangun dengan koordinasi lintas sektor dan pemantauan bersama.
“Jika pelaku usaha tidak dilibatkan dan dibebani tanggung jawab, maka pelanggaran akan terus berulang, dan sopir akan terus menjadi korban dari sistem yang tidak adil,” tambahnya.
Kesimpulan: Perlu Kebijakan yang Berpihak dan Inklusif
Kebijakan zero ODOL adalah persoalan kompleks yang tidak bisa disederhanakan. Pemerintah perlu memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan keadilan dalam implementasinya. Pendekatan partisipatif dan komunikasi yang terbuka adalah kunci untuk menciptakan regulasi yang berpihak dan efektif.
Farco menutup dengan imbauan agar semua pemangku kepentingan duduk bersama, merumuskan solusi yang berkeadilan, dan berhenti menyalahkan sopir sebagai pihak paling lemah dalam rantai logistik nasional.