Tangerang, Dinamikanews.net – Kekosongan jabatan Direktur Operasional di Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Niaga Kertaraharja (PNKR) sejak 20 Juli 2025 kembali menyingkap persoalan mendasar dalam tata kelola pemerintahan Kabupaten Tangerang. Minimnya langkah cepat dan sikap tegas dari Pemerintah Daerah atas posisi strategis tersebut memperlihatkan lemahnya komitmen dalam menjamin pelayanan publik yang prima, khususnya dalam sektor pengelolaan pasar tradisional.
Hugo S Franata, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Tangerang, menilai bahwa ketidakhadiran figur operasional yang kompeten dan sah secara administratif dalam tubuh PNKR berdampak langsung pada kinerja Perumda serta kepercayaan publik. “Ini bukan hanya soal posisi yang kosong, tapi soal keberanian Pemkab dalam menunjukkan arah dan keberpihakan terhadap kebutuhan rakyat, terutama pelaku ekonomi kecil di pasar,” tutur Bpk Hugo.
Gejolak sosial yang masih muncul di sejumlah titik, seperti di Pasar Sentiong, menjadi bukti tentang akar masalah yang tidak pernah benar-benar ditangani secara serius. Tanpa kepemimpinan operasional yang kuat, potensi konflik di lapangan akan terus berulang.
Menurut Hugo, peran Sekretaris Daerah pun belum menunjukkan keberpihakan yang memadai kepada kepentingan masyarakat. “Kami belum melihat inisiatif nyata dari Sekda dalam mendorong percepatan pengisian jabatan dan penyelesaian konflik di sektor pasar,” tambahnya.
Sementara itu, Direktur Utama Perumda, Fini Widiyanti, diharapkan dapat melakukan evaluasi internal menyeluruh dan memperkuat komunikasi lintas stakeholder. “Kami memahami bahwa pengelolaan pasar bukan perkara mudah. Akan tetapi, perlu ada langkah-langkah koordinatif dan manajerial yang lebih progresif dari jajaran direksi agar tidak menimbulkan asumsi negatif di tengah publik,” kata Bpk Hugo secara diplomatis.
Tidak hanya menyangkut stabilitas ekonomi, kekosongan kepemimpinan operasional di Perumda juga berdampak pada lambannya perbaikan fasilitas, rendahnya respons atas keluhan pedagang, serta ketidaktegasan dalam penanganan konflik antar stakeholder pasar. Situasi ini menciptakan ketidakpastian yang merugikan banyak pihak dan berpotensi menurunkan kualitas pelayanan publik secara menyeluruh.
Pemkab Tangerang harus sadar bahwa pasar adalah simbol ekonomi rakyat. Menunda penyelesaian persoalan di Perumda sama saja dengan membiarkan rakyat kecil berjalan dalam ketidakpastian. Pemerintah tidak boleh berpura-pura tidak tahu: publik menunggu keberanian, bukan alasan. Keterlambatan adalah bentuk kegagalan.
Untuk itu, DPRD Kabupaten Tangerang menekankan bahwa seleksi terbuka untuk mengisi jabatan Direktur Operasional Perumda harus segera dilaksanakan. Proses ini tidak boleh berlarut-larut, karena menyangkut keberlangsungan roda pelayanan publik dan keberpihakan negara pada sektor ekonomi mikro. Semakin lama posisi ini dibiarkan kosong, semakin besar pula ketimpangan kebijakan yang akan muncul di lapangan.
Yang lebih penting, proses seleksi tersebut harus dilandasi prinsip transparansi dan akuntabilitas yang bisa dipertanggungjawabkan di hadapan publik. Rakyat tidak butuh proses yang tertutup dan penuh rahasia. Jangan ada lagi praktik sembunyi-sembunyi dalam rekrutmen pejabat Perumda, apalagi jika diwarnai dengan pola titipan politik, pengaruh suksesor partai, atau pendekatan transaksional yang mengabaikan kompetensi dan integritas calon.