Tangerang, Dinamikanews.net– Dugaan penjualan rumah tanpa persetujuan istri kembali mencuat. Seorang perempuan berinisial D (35), warga Perumahan Trilaksa Village 1 Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, mengaku menjadi korban. Ia menyebut suaminya menjual rumah tanpa sepengetahuannya.
Yang mengejutkan, setelah ia menolak menandatangani surat jual beli, rombongan pembeli dan notaris justru mendatangi rumah kakaknya secara mendadak pada Jumat (5/7/2025).
Kronologi Kejadian: Diduga Ada Pemaksaan dan Intimidasi
Peristiwa ini terjadi di Perumahan Griya Artha Rancabango. Tindakan rombongan yang terkesan memaksa dan mengintimidasi membuat warga sekitar resah.
D, sang korban, menceritakan kejadiannya. Seseorang meneleponnya dan meminta ia datang ke kantor notaris. Penelepon itu juga mengancam jika ia tidak hadir.
“Katanya kalau saya tidak datang, urusannya akan panjang,” kata D menirukan ucapan inisial Y via telepon kepada wartawan.
“Saya takut, anak-anak saya sampai menangis ketakutan. Saya tidak tahu-menahu soal penjualan rumah itu.” Ucaapnya via sambungan telepon.
D menegaskan, rumah yang suaminya jual merupakan harta bersama. Penjualan sepihak tanpa persetujuan tertulis kedua belah pihak jelas tidak sah. Ia juga menyatakan tidak menerima uang sepeser pun dari transaksi tersebut.
Lebih dari sekadar ancaman telepon, D menceritakan sembilan orang datang ke rumah kakaknya, tempat D tinggal sementara. Rombongan itu terdiri dari pihak pembeli, notaris, hingga sang suami.
Meskipun mereka sudah diberitahu pemilik rumah tidak ada, rombongan tetap memaksa masuk. Mereka bahkan meminta Ketua RT memanggil D keluar rumah.
Aksi ini sempat menarik perhatian warga sekitar dan menimbulkan keresahan. Salah satu pembeli bahkan mengeluhkan dokumen belum ditandatangani, padahal rumah sudah mereka bayar.
Reaksi Keluarga dan Potensi Pelanggaran Hukum
Kakak kandung korban, F, menyayangkan tindakan rombongan. Ia menilai tindakan itu tidak manusiawi, apalagi terhadap perempuan yang diduga menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
“Kami punya video dan saksi. Ini jelas sudah melewati batas. Adik saya ditekan untuk tanda tangan rumah yang ia tidak tahu menahu. Kami akan lapor polisi,” tegas F.
F juga mempertanyakan etiket profesional pihak notaris yang tetap memproses transaksi. Padahal, ada potensi sengketa hukum dalam keluarga di sana.
Tindakan memaksa seseorang menandatangani dokumen, apalagi dalam keadaan tertekan atau tanpa kerelaan, berpotensi melanggar hukum.
- Menurut Pasal 335 KUHP, tindakan memaksa dengan ancaman atau kekerasan bisa diganjar pidana maksimal satu tahun penjara.
- Jika terbukti ada unsur intimidasi secara bersama-sama, para pelaku bisa dijerat Pasal 170 KUHP terkait perbuatan tidak menyenangkan atau perusakan ketertiban umum.
- Bagi notaris, jika terbukti memfasilitasi transaksi atas harta bersama tanpa persetujuan sah istri, mereka bisa mendapat sanksi sesuai Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Sanksi ini termasuk pencabutan izin dan pemrosesan etik oleh Majelis Kehormatan Notaris.
Hingga berita ini diterbitkan, awak media belum menerima jawaban dari pihak notaris maupun pembeli. Mereka sudah dihubungi melalui pesan WhatsApp.
Kasus ini menjadi pengingat penting. Proses jual beli properti, khususnya harta bersama, wajib mendapat persetujuan tertulis kedua pasangan suami istri. Penjualan sepihak, apalagi dengan tekanan atau intimidasi, tidak boleh terjadi.